PEMANFAATAN
UMBI UBI JALAR SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ES KRIM
Teknologi pengolahan pangan modern telah menghasilkan kreasi baru olahan
ubi jalar, salah satunya adalah es krim ubi jalar. Es krim adalah produk pangan
beku yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan (desert) dengan bahan-bahan utama dalam pembuatannya seperti lemak, bahan kering tanpa
lemak (BKTL) atau padatan bukan lemak, bahan pemanis, bahan penstabil, dan
bahan pengemulsi. Penelitian untuk melihat pengaruh subtitusi susu skim dengan
ubi jalar sebagai sumber padatan bukan lemak terhadap tingkat kesukaan
(preferensi) panelis telah dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Bali pada bulan Februari sampai Maret 2007. Perlakuan yang
digunakan adalah perbandingan penggunaan susu skim dan ubi jalar, yaitu sebagai
berikut : (1) susu skim : ubi jalar = 0% : 10%; (2) susu skim : ubi jalar =
2,5% : 7,5%; (3) susu skim : ubi jalar = 5% : 5%; (4) susu skim : ubi jalar =
7,5% : 2,5%; dan (5) susu skim : ubi jalar = 10% : 0% (= kontrol). Analisis
yang digunakan adalah analisis organoleptik berupa uji hedonik. Analisis
dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana, dengan menggunakan 15 panelis semi terlatih yang sekaligus
dipakai sebagai ulangan. Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap over
run es krim dan kecepatan meleleh di suhu ruang. Hasil analisis menunjukkan
bahwa subtitusi susu skim dengan umbi ubi jalar kukus sebagai padatan bukan
lemak dalam pembuatan es krim dapat diterima oleh panelis. Es krim dengan
perbandingan susu skim dan ubi jalar 7,5% : 2,5% memiliki mutu yang baik, dari
segi organoleptik, over run, dan kecepatan meleleh.
Kata kunci : es
krim ubi jalar, uji hedonik, over run, kecepatan meleleh
PENDAHULUAN
Tanaman ubi
jalar (Ipomea batatas) berasal dari
Amerika bagian Tengah dan pada sekitar tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar
dan ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia (Rukmana, H. R, 2001).
Karakteristik umbi ubi jalar atau sweet
potato adalah warna kulit antara jingga muda, jingga sampai cokelat muda,
warna daging umbi jingga muda, jingga sampai kuning, dan rasa umbi manis, manis
agak berair, manis berair sampai manis
enak tergantung pada varietasnya. Beberapa varietas ubi jalar adalah seperti
Daya, Prambanan, Borobudur, Mendut, dan Kalasan.
Di tiap daerah di
Indonesia, selalu ada varietas lokal ubi jalar dimana rata-rata tiap varietas
memiliki karakteristik yang berbeda dengan keunggulan tertentu, seperti Ubi
Selat Jawa Timur yang warna dagingnya dominan ungu dengan selingan
cokelat-jingga dan terkenal sebagai bahan pembuatan keripik, Ubi Gunung Kawi
yang jika dikukus warna kulit umbi akan mengkilap dan rasanya sangat manis, Ubi
Madu Cilembu yang istimewa karena umbinya yang dipanggang mengeluarkan cairan
kental dengan rasa yang sangat manis, Ubi Bali yang sering disajikan sebagai
pendamping buah-buahan dalam pembuatan rujak manis, Ubi Papua yang diduga
merupakan indukan dari varietas ubi jepang, dan Ubi Jepang yang cukup populer
di Indonesia dengan berbagai varietas seperti ibaraki, beniazuma, dan naruto
(Hartoyo, T, 2004). Secara umum kandungan gizi umbi ubi jalar seperti dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Ubi Jalar
Kandungan
|
Komposisi
|
Energi (KJ/100 g)
|
71,1
|
Protein (%)
|
1,43
|
Lemak (%)
|
0,17
|
Pati (%)
|
22,4
|
Gula (%)
|
2,4
|
Serat makanan (%)
|
1,6
|
Kalsium (mg/100g)
|
29
|
Fosfor (mg/100g)
|
51
|
Besi (mg/100 g)
|
0,49
|
Vitamin A (mg/100 g)
|
0,01
|
Vitamin B1 (mg/100 g)
|
0,09
|
Vitamin C (mg/100 g)
|
24
|
Air (g)
|
83,3
|
Sumber : Hendroatmojo (1990) dalam Hartoyo,
T (2004)
Berat
kering umbi adalah 16-40% berat basah. Potensi besar ubi jalar terutama
terletak pada kandungan karbohidrat, dimana sebanyak 75-90% berat kering umbi
merupakan gabungan dari pati, gula, dan serat seperti selulosa, hemiselulosa,
dan pektin (Hartoyo, T, 2004). Karbohidrat di dalam umbi ini telah banyak
diolah lebih lanjut. Teknik olahan tradisional yang sudah banyak diterapkan di
masyarakat dalam bentuk beberapa jajanan lokal, seperti kue apem, kue mangkok,
dan pilus dari ubi jalar, termasuk juga keripik ubi jalar. Teknologi pengolahan
pangan modern juga telah banyak berperan menghasilkan kreasi baru olahan ubi jalar,
dengan bentuk yang paling banyak berupa jajanan atau makanan ringan (snack food). Dalam pembuatan makanan ini, ubi
jalar dapat berperan sebagai bahan utama atau bahan pensubtitusi. Salah satu
jenis makanan yang memanfaatkan umbi ubi jalar sebagai bahan bakunya adalah es
krim.
Es krim
adalah produk pangan beku yang dibuat melalui kombinasi proses pembekuan dan
agitasi pada bahan-bahan yang terdiri dari susu dan produk susu, pemanis,
penstabil, pengemulsi, serta penambah citarasa (flavor). Es krim biasa dikonsumsi
sebagai makanan selingan (desert) dan
dikelompokkan dalam makanan camilan (snack).
Prinsip pembuatan es krim adalah membentuk rongga udara pada campuran bahan es
krim atau Ice Cream Mix (ICM)
sehingga diperoleh pengembangan volume yang membuat es krim menjadi lebih
ringan, tidak terlalu padat, dan mempunyai tekstur yang lembut (Padaga, M, dkk,
2005).
Syarat mutu
es krim menurut SII (Standar Industri Indonesia) Nomor 1617 Tahun 1985 dalam
Padaga, M, dkk (2005) adalah sebagai berikut :
Bahan
|
|
Standar
|
Lemak (%)
|
:
|
Minimal 8,0
|
Padatan susu bukan
lemak (%)
|
:
|
Minimal 6,0-15,0
|
Gula (%)
|
:
|
Minimal 12,0
|
Bahan
Tambahan :
|
|
|
Pemantap, pengemulsi
|
:
|
Sesuai SK Depkes RI No.
235/Menkes/Per/VI/79
|
Zat warna
|
:
|
|
Pemanis buatan
|
:
|
|
Jumlah
bakteri
|
:
|
Negatif
|
Logam-logam
berbahaya :
|
|
|
Cu, Zn, Pb, Hg
|
:
|
Tidak terdapat
|
Arsen
|
:
|
Tidak terdapat
|
Bahan-bahan utama yang diperlukan
dalam pembuatan es krim antara lain : lemak, bahan kering tanpa lemak (BKTL),
bahan pemanis, bahan penstabil, dan bahan pengemulsi. Lemak susu (krim)
merupakan sumber lemak yang paling baik untuk mendapatkan es krim berkualitas
baik. Lemak susu berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi es krim, menambah
citarasa, menghasilkan karakteristik tekstur yang lembut, membantu memberikan
bentuk dan kepadatan, serta memberikan sifat meleleh yang baik. Bahan kering
tanpa lemak (BKTL) berfungsi untuk meningkatkan kandungan padatan di dalam es
krim sehingga lebih kental. BKTL juga penting sebagai sumber protein sehingga
dapat meningkatkan nilai nutrisi es krim. Unsur protein dalam pembuatan es krim
berfungsi untuk menstabilkan emulsi lemak setelah proses homogenisasi, menambah
citarasa, membantu pembuihan, meningkatkan dan menstabilkan daya ikat air yang
berpengaruh pada kekentalan dan tekstur es krim yang lembut; juga dapat
meningkatkan nilai over run es krim. Sumber BKTL antara lain susu skim, susu
kental manis, dan bubuk whey (Padaga, M, dkk, 2005).
Bahan
pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah gula pasir (sukrosa)
dan gula bit. Bahan pemanis selain berfungsi memberikan rasa manis, juga dapat
meningkatkan citarasa, menurunkan titik beku yang dapat membentuk
kristal-kristal es krim yang halus sehingga meningkatkan penerimaan dan
kesukaan konsumen. Penambahan bahan pemanis sekitar 12 sampai 16 gram per 100
gram campuran es krim akan menghasilkan es krim dengan tekstur yang halus.
Laktosa (gula dari susu) juga merupakan sumber pemanis selain gula yang
ditambahkan dari luar. Laktosa berfungsi untuk menahan titik beku sehingga es
krim masih mengandung air yang tidak membeku jika disimpan pada temperatur yang
sangat rendah (-15 sampai -18°C). Jika seluruh air di dalam es krim membeku
selama penyimpanan, tekstur es krim akan menjadi keras dan sulit disendok
(Padaga, M, dkk, 2005).
Bahan
penstabil yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah CMC (carboxy
methyl celulose), gum arab, sodium alginat, karagenan, dan agar. Bahan
penstabil berperan untuk meningkatkan kekentalan ICM terutama pada saat sebelum
dibekukan dan memperpanjang masa simpan es krim karena dapat mencegah
kristalisasi es selama penyimpanan. Bahan pengemulsi utama yang digunakan dalam
pembuatan es krim adalah kuning telur, juga minyak hewan atau nabati. Bahan
pengemulsi bertujuan untuk memperbaiki struktur lemak dan distribusi udara
dalam ICM, meningkatkan kekompakan bahan-bahan dalam ICM sehingga diperoleh es
krim yang lembut, dan meningkatkan ketahanan es krim terhadap pelelehan bahan.
Campuran bahan pengemulsi dan penstabil akan menghasilkan es krim dengan
tekstur yang lembut (Padaga, M, dkk, 2005).
Es krim yang baik harus memenuhi persyaratan komposisi umum ICM (Ice Cream Mix) atau campuran es krim
sebagai berikut :
Lemak susu
|
: 10-16%
|
Bahan kering tanpa lemak
|
: 9-12%
|
Bahan pemanis gula
|
: 12-16%
|
Bahan penstabil
|
: 0-0,4%
|
Bahan pengemulsi
|
: 0-0,25%
|
Air
|
: 55-64%
|
Sumber : Padaga, M, dkk
(2005)
Proses
pembuatan es krim dimulai dengan pencampuran bahan-bahan yang dilakukan dengan
cara melarutkan atau mencampurkan bahan-bahan kering ke dalam bahan cair pada
kondisi hangat (40°C), lalu sambil dipanaskan dimasukkan bahan penstabil dan
bahan pengemulsi sampai diperoleh campuran homogen yang disebut ICM. Campuran
kemudian dipasteurisasi pada suhu 80°C selama 25 detik, sambil terus diaduk.
Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen, melarutkan bahan
kering, dan meningkatkan citarasa. Selanjutnya ICM didinginkan sampai suhu
ruang untuk dihomogenisasi dengan tujuan memecah globula lemak sehingga
ukurannya lebih kecil dan dapat menyebar rata sehingga dihasilkan es krim dengan
tekstur yang tidak kasar, mempunyai citarasa yang merata, dan daya buih yang
baik. Homogenisasi pada pembuatan es krim skala rumah tangga dapat menggunakan
blender atau mixer. Homogenisasi sebaiknya dilakukan saat kondisi ICM masih
hangat (Padaga, M, dkk, 2005).
ICM
kemudian di-aging, yang merupakan proses pematangan ICM dalam
refrigerator bersuhu 4°C selama 4-12 jam. Tujuan aging adalah untuk
menghasilkan ICM yang lebih kental, lebih halus, tampak lebih mengkilap, dan
memperbaiki tekstur. Setelah proses aging, dilakukan proses homogenisasi
kembali. Selanjutnya ICM dibekukan dengan cepat untuk mencegah terbentuknya
kristal es yang kasar. Pembekuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama
pada suhu -5 sampai -8°C dan tahap kedua pada suhu sampai –30oC.
Proses pembekuan yang dikombinasi dengan proses agitasi bertujuan untuk
memasukkan udara ke dalam ICM sehingga dihasilkan volume es krim dengan over
run yang sesuai standar es krim. Dalam skala rumah tangga, proses agitasi dapat
dilakukan dengan menggunakan mixer
berulang-ulang diselingi dengan proses pembekuan di dalam freezer. Setelah itu,
es krim dapat dikemas dalah wadah-wadah kecil dan disimpan dalam freezer untuk
proses pembekuan. Kualitas es krim akan tetap stabil pada suhu penyimpanan -25 sampai -30°C (Padaga, M, dkk, 2005).
Tujuan penelitian ini adalah
untuk melihat pengaruh subtitusi susu skim dengan ubi jalar sebagai sumber
padatan bukan lemak terhadap tingkat kesukaan (preferensi) panelis.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat
Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali pada bulan Februari
sampai Maret 2007
Alat dan bahan
Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah ubi jalar varietas lokal dengan warna daging
umbi kuning-orange, susu bubuk skim, susu bubuk full krim, whipped cream, gula
pasir, telur, agar-agar, garam, dan air. Sementara, alat yang digunakan dalam
penelitian adalah pisau, timbangan, panci pengukus, kompor gas, blender, mixer,
panci, sendok pengaduk, thermometer, dan lemari pendingin (dengan refrigerator
dan freezer).
Formulasi bahan yang digunakan
dalam pembuatan es krim ubi jalar ini mengacu pada Padaga, M, dkk (2005), yaitu
sebagai berikut : padatan lemak 10% berupa susu bubuk full krim dan whipped
cream, padatan bukan lemak 10% berupa susu bubuk skim dan umbi ubi jalar, bahan
pemanis 15% berupa gula pasir, bahan penstabil 0,5% berupa agar-agar dan putih
telur, bahan pengemulsi berupa kuning telur, garam sebagai pengikat air, dan
air.
Metode pembuatan
Proses
dasar dalam pembuatan es krim meliputi beberapa tahap, yaitu pencampuran bahan,
pasteurisasi, homogenisasi, pematangan (aging), pembekuan dan agitasi,
pengemasan, pembekuan, dan penyimpanan (Padaga, M, dkk, 2005).
Proses pembuatan es krim yang
dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut : (1) Umbi dicuci, dikukus,
lalu dikupas; (2) Dihaluskan; (3) Kuning telur dikocok sampai mengembang; (4)
Bahan-bahan kering dimasukkan ke dalam air hangat sambil diaduk; (5) Campuran
dipanaskan, sambil kuning telur, putih telur, dan agar-agar dimasukkan dan
terus diaduk; (6) Dipasteurisasi pada suhu 80-85oC selama 25 detik;
(7) Adonan diangkat, didinginkan sampai suam-suam kuku, kemudian dihomogenisasi
selama 15 menit; (8) Adonan disimpan di dalam refrigerator selama 4 jam untuk
proses aging; (9) Dihomogenisasi ulang selama 15 menit; (10) Adonan disimpan di
dalam freezer sampai setengah beku lalu diagitasi selama 15 menit; (11) Dikemas dalam
wadah-wadah kemudian disimpan kembali ke dalam freezer.
Metode analisis
Perlakuan
yang digunakan dalam penelitian adalah perbandingan penggunaan susu skim dan
ubi jalar sebagai padatan bukan lemak, yaitu sebagai berikut : susu skim : ubi
jalar = 0% : 10% (kode 801), susu skim : ubi jalar = 2,5% : 7,5% (kode 675), susu skim : ubi jalar
= 5% : 5% (kode 305), susu skim : ubi jalar = 7,5% : 2,5% (kode 725), dan susu
skim : ubi jalar = 10% : 0% (= kontrol, kode 400).
Perbandingan
penggunaan susu skim dan ubi jalar di atas adalah perbandingan untuk berat
kering; sementara dalam penelitian digunakan umbi ubi jalar yang dikukus (berat
basah) sehingga digunakan asumsi bahwa berat basah ubi jalar adalah sekitar 4
kali berat keringnya (berdasarkan Hartoyo, T (2004), dimana berat kering umbi
adalah 16-40% berat basah atau rata-rata sekitar 28%).
Analisis
yang dilakukan adalah analisis organoleptik berupa uji hedonik (skala 1-sangat
tidak suka sampai 7-sangat suka) untuk melihat tingkat kesukaan (preferensi)
panelis terhadap produk es krim ubi jalar. Analisis dilakukan di Laboratorium
Pasca Panen, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, dengan
menggunakan 15 panelis semi terlatih yang sekaligus dipakai sebagai ulangan.
Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap over run es krim dan kecepatan
meleleh di suhu ruang. Over run dihitung
dalam bentuk persentase over run berdasarkan perbedaan volume es krim dan ICM
(=Ice Cream Mix) atau campuran es
krim; sementara kecepatan meleleh dinyatakan dalam menit untuk melihat
ketahanan es krim terhadap pelelehan pada saat dihidangkan di suhu ruang.
% Over run
= (Volume es krim – Volume ICM)/ Volume ICM * 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Hedonik Es Krim Ubi
Jalar
Menurut
Padaga, M, dkk (2005), pada dasarnya kualitas es krim ditentukan oleh tekstur, rasa, bau, over run, dan kecepatan
meleleh. Tabel 2 menyajikan hasil analisis organoleptik es krim ubi jalar,
dengan atribut mutu organoleptik yang dinilai adalah warna, aroma, mouthfeel
(tekstur di mulut), rasa, kecepatan meleleh, dan penampilan produk es krim
secara umum.
Secara umum
berdasarkan hasil analisis organoleptik, es krim dengan perlakuan perbandingan
susu skim dan ubi jalar 7,5% : 2,5% memiliki rata-rata skor hedonik terbaik dan tidak berbeda nyata
dengan rata-rata skor hedonik perlakuan perbandingan susu skim dan ubi jalar
2,5% : 7,5% dan kontrol.Rata-rata skor hedonik perlakuan perbandingan susu skim
dan ubi jalar 7,5% : 2,5% tertinggi untuk atribut warna, aroma, mouthfeel,
rasa, dan penampilan secara umum; namun tidak untuk kecepatan meleleh (Tabel
2).Sementara, secara umum rata-rata skor hedonik terendah adalah untuk perlakuan
penggunaan 10% umbi ubi jalar, kecuali untuk atribut kecepatan meleleh yang
skor hedoniknya tertinggi dibandingkan perlakuan lain.
Tabel 2. Hasil
Analisis Organoleptik (Uji Hedonik) Es Krim Ubi Jalar
Atribut mutu organoleptik
|
Skor Hedonik untuk Perlakuan
|
||||
810
|
675
|
305
|
725
|
400
|
|
Warna
|
3,69
|
4,81
|
5,00
|
6,31
|
6,19
|
Aroma
|
4,38
|
4,93
|
4,69
|
5,56
|
5,19
|
Mouthfeel
|
4,00
|
5,63
|
5,38
|
6,07
|
5,94
|
Rasa
|
3,56
|
5,81
|
5,44
|
6,31
|
6,00
|
Kecepatan meleleh
|
5,38
|
4,94
|
4,50
|
4,63
|
4,00
|
Penampilan secara umum
|
3,44
|
5,73
|
5,06
|
6,25
|
5,88
|
Rata-rata
|
4,07 c
|
5,31 ab
|
5,01 b
|
5,85 a
|
5,53 ab
|
Keterangan : Perbandingan padatan bukan lemak
810
= Susu Skim : Ubi Jalar = 0% : 10%
675 = Susu Skim : Ubi
Jalar = 2,5% : 7,5%
305
= Susu Skim : Ubi Jalar = 5% : 5%
725
= Susu Skim : Ubi Jalar = 7,5% : 2,5%
400 = Susu Skim : Ubi
Jalar = 10% : 0% (Kontrol)
Penilaian
hedonik panelis untuk atribut warna es krim bervariasi antara 3,69 sampai 6,19
(agak tidak suka sampai sangat suka), Rata-rata skor hedonik terendah diperoleh
oleh perlakuan perbandingan susu skim dan ubi jalar 0% : 10%. Rata-rata skor
hedonik semakin meningkat dengan semakin berkurangnya konsentrasi umbi ubi
jalar kukus yang digunakan sebagai pensubtitusi (Tabel 2). Warna umbi ubi jalar
yang kuning-orange memang berpengaruh pada warna produk es krim, dimana semakin
banyak konsentrasi penggunaan ubi jalar, warna es krim akan semakin kekuningan
dan tampaknya hal ini kurang diminati oleh panelis, Warna es krim yang diminati
adalah warna putih susu seperti perlakuan perbandingan susu skim dan ubi jalar
7,5% : 2,5% dan kontrol.
Rasa dalam es krim merupakan kombinasi cita rasa dan bau (aroma), yang
diciptakan untuk memenuhi selera konsumen. Pada umumnya, rasa dan aroma es krim merupakan
satu kesatuan yang saling menunjang karena hal pertama yang akan diperhatikan
oleh konsumen saat membeli es krim adalah rasa dan aromanya, Dari hasil
analisis organoleptik, tampak ada korelasi positif antara skor hedonik terhadap
aroma dan skor hedonik terhadap rasa es krim ubi jalar yang diberikan oleh
panelis, dimana peningkatan skor hedonik terhadap aroma diikuti pula dengan
peningkatan skor hedonik terhadap rasa (Tabel 2). Semakin banyak konsentrasi
subtitusi umbi ubi jalar kukus, semakin rendah skor penilaian panelis terhadap
aroma dan rasa es krim ubi jalar. Tampaknya panelis tetap lebih menyukai es
krim dengan cita rasa dan aroma susu yang masih terasa dibandingkan es krim
dengan cita rasa dan aroma ubi jalar yang terlalu menonjol. Hal ini ditunjukkan
dengan rata-rata skor penilaian hedonik panelis untuk es krim dengan perlakuan
perbandingan susu skim dan ubi jalar 7,5% : 2,5% yang tertinggi, yaitu 5,56
(agak suka sampai suka) untuk aroma dan 6,31 ( suka sampai sangat suka) untuk
rasa; dilanjutkan dengan rata-rata skor hedonik
untuk aroma dan ras produk es krim kontrol yang padatan bukan lemaknya
murni berasal dari susu skim (Tabel 2).
Menurut Padaga, M, dkk (2005), rasa sangat mempengaruhi kesukaan konsumen
terhadap es krim, bahkan dapat dikatakan merupakan faktor penentu utama. Saat
ini, rasa es krim di pasaran sudah sangat beragam sehingga diperlukan kejelian
dan kreativitas untuk memadupadankan rasa yang menjadi kegemaran konsumen. Rasa
es krim juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti bahan pengental yang dapat
mengurangi rasa manis gula dan perubahan tekstur yang dapat mengubah cita rasa
es krim.
Penilaian
hedonik panelis untuk atribut mouthfeel (tekstur di mulut) bervariasi antara
4,0 sampai 6,07 (netral sampai sangat suka). Rata-rata skor hedonik tertinggi
didapatkan oleh perlakuan perbandingan susu skim dan ubi jalar 7,5% : 2,5%;
sementara rata-rata skor hedonik terendah didapatkan oleh perlakuan es krim yang padatan bukan lemaknya
murni berasal dari umbi ubi jalar kukus.
Tekstur es
krim dipengaruhi oleh ukuran dari kristal es, globula lemak, gelembung udara,
dan kristal laktosa (Suprayitno, E, dkk, 2001); sementara, menurut Padaga, M,
dkk (2005), tekstur lembut es krim sangat dipengaruhi oleh komposisi ICM, cara
mengolah, dan kondisi penyimpanan. Tekstur es krim yang baik adalah halus/
lembut (smooth), tidak keras, dan tampak mengkilap (Padaga, M, dkk, 2005);
sementara, tekstur yang buruk adalah greasy (terasa ada gumpalan lemak), grainy
(terasa seperti tepung), flaky/snowy (terasa ada serpihan es), lumpy/gelatin
(seperti jelly), dan sandy (berpasir) (Suprayitno, E, dkk, 2001).
Berdasarkan
penilaian panelis terhadap atribut kecepatan meleleh didapatkan bahwa es krim
dengan perlakuan perbandingan susu skim
dan ubi jalar 7,5% : 2,5% paling disukai karena tidak cepat meleleh pada suhu
ruang. Subtitusi susu skim dengan umbi ubi jalar kukus tampaknya mempengaruhi
kekentalan adonan es krim, dimana semakin tinggi konsentrasi penggunaan umbi
ubi jalar kukus, semakin kental adonan es krim. Hal ini berpengaruh lanjut pada
kecepatan meleleh es krim yang semakin lambat dan tekstur es krim yang
cenderung menjadi keras.
Panelis menilai bahwa penampilan
secara umum es krim dengan perlakuan susu skim dan ubi jalar 7,5% : 2,5% adalah
terbaik dibandingkan perlakuan lainnya, termasuk kontrol, yaitu 6,25 (suka
sampai sangat suka); sementara, es krim dengan perlakuan penggunaan ubi jalar
10% memperoleh rata-rata skor hedonik terendah, yaitu 3,44 (agak tidak suka
sampai netral).
Over Run dan Kecepatan
Meleleh Es Krim Ubi Jalar
Over run
menunjukkan banyak sedikitnya udara yang terperangkap di dalam campuran es krim
atau ICM karena proses agitasi. Over run mempengaruhi tekstur dan kepadatan
yang sangat menentukan kualitas es krim. Adanya udara dalam ICM akan membentuk
rongga-rongga udara yang akan segera terlepas bersamaan dengan melelehnya es
krim. Semakin banyak rongga udara akan menyebabkan es krim cepat menyusut dan
meleleh pada suhu ruang. Es krim yang berkualitas memiliki over run 70-80%;
sedangkan untuk industri rumah tangga 35-50% (Padaga, M, dkk, 2004; Suprayitno,
E, dkk, 2001).
Tabel 3, Pengamatan Over
Run dan Kecepatan Meleleh Es Krim Ubi Jalar
Variabel
|
Perlakuan
|
||||
810
|
675
|
305
|
725
|
400
|
|
Over
run (%)
|
22,22
|
28,57
|
54,84
|
41,38
|
63,33
|
Kecepatan meleleh
(menit)
|
8,58
|
2,28
|
2,12
|
1,41
|
0,41
|
Keterangan : erbandingan padatan bukan lemak
10
= Susu Skim : Ubi Jalar = 0% : 10%
75 = Susu Skim : Ubi Jalar = 2,5% : 7,5%
05 = Susu Skim : Ubi Jalar
= 5% : 5%
25
= Susu Skim : Ubi Jalar = 7,5% : 2,5%
00 = Susu Skim : Ubi
Jalar = 10% : 0% (Kontrol)
Peningkatan
konsentrasi subtitusi susu skim dengan ubi jalar kukus tampaknya dapat
meningkatkan kekentalan (viskositas) ICM sehingga semakin membatasi mobilitas
molekul air karena ruang antar partikel di dalam ICM menjadi semakin sempit. Sempitnya ruang antar
partikel menyebabkan udara yang masuk ke dalam ICM selama agitasi semakin
sedikit sehingga nilai over run yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini dapat
dilihat dari hasil pengamatan over run pada Tabel 3, dimana dengan semakin
banyaknya penggunaan umbi ubi jalar kukus sebagai pensubtitusi susu skim, nilai
over run cenderung semakin rendah.Over run yang terlalu rendah dapat
menyebabkan es krim beku menjadi produk yang terlalu keras dan lembek seperti
puding; sementara over run yang terlalu tinggi menyebabkan es krim terlalu
lunak, cepat meleleh, dan memiliki rasa yang hambar (Suprayitno, E, dkk, 2001),
Turunnya
nilai over run disertai dengan semakin tahannya es krim terhadap proses
pelelehan dari suhu beku ke suhu ruang sehingga diperlukan waktu yang lebih
lama untuk melelehkan es krim. Dari hasil pengamatan terhadap kecepatan meleleh
es krim ubi jalar, tampak bahwa es krim dengan over run rendah memiliki
kecepatan meleleh yang cenderung lebih lama (Tabel 3).
Kecepatan meleleh es krim sangat
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ICM, Es krim yang
baik adalah es krim yang tahan terhadap pelelehan pada saat dihidangkan pada
suhu ruang. Es krim yang cepat meleleh kurang disukai karena es krim akan
segera mencair pada suhu ruang; namun juga perlu diperhatikan bahwa es krim yang
lambat meleleh atau kecepatan melelehnya terlalu rendah juga tidak disukai oleh
konsumen karena bentuk es krim yang tetap (tidak berubah) pada suhu ruang
sehingga memberikan kesan terlalu banyak padatan yang digunakan (Padaga, M,
dkk, 2005). Dari hasil pengamatan terhadap nilai over run dan kecepatan meleleh
es krim ubi jalar, es krim dengan perlakuan perbandingan susu skim dan ubi
jalar 7,5% : 2,5% menunjukkan mutu es krim yang baik.
KESIMPULAN
1.
Subtitusi susu
skim sebagai padatan bukan lemak dalam pembuatan es krim dengan ubi jalar kukus
dapat diterima oleh panelis.
2.
Perbedaan
konsentrasi subtitusi susu skim dengan ubi jalar kukus berpengaruh terhadap
mutu es krim.
3.
Es krim yang dibuat dari susu skim dan ubi jalar kukus
dengan perbandingan 3 : 1 (7,5% : 2,5%) menunjukkan mutu es krim yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hartoyo, T, 2004, Olahan dari Ubi
Jalar, Trubus Agrisarana, Surabaya.
Padaga, M dan M, E, Sawitri,
2005, Es Krim yang Sehat, Trubus Agrisarana, Surabaya.
Rukmana, H, R, 2001, Aneka
Keripik Umbi, Kanisisius, Yogyakarta.
Suprayitno, E,
H, Kartikaningsih, dan S, Rahayu, 2001, Pembuatan Es Krim dengan
Menggunakan Stabilisator Natrium Alginat dari Sargassum sp, Dalam Jurnal Makanan Tradisional Indonesia
ISSN: 1410-8968, Vol, 1 No, 3, Hal, 23-27.